Zapin masuk ke nusantara sejalan dengan berkembangnya agama Islam sejak abad ke 13 Masehi. Para pedagang dari Arab dan Gujarat yang datang bersama para ulama dan senimannya, menelusuri pesisir nusantara. Di antara mereka ada yang tinggal menetap di tempat yang diminati, dan ada pula yang kembali ke negeri mereka setelah perdagangan mereka usai. Bagi yang menetap kemudian menikahi penduduk setempat dan berketurunan hingga kini. Zapin, salah satu dari kesenian yang dibawa para pendatang tersebut kemudian berkembang di kalangan masyarakat pemeluk agama Islam. Sekarang kita dapat menemukan zapin hampir di seluruh pesisir nusantara, seperti: pesisir timur Sumatera Utara, Riau dan Kepulauannya, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Jakarta, pesisir utara-timur dan selatan Jawa, Nagara, Mataram, Sumbawa, Maumere, seluruh pesisir Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Ternate, dan Ambon. Sedangkan di negara tetangga terdapat di Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura. Di nusantara, zapin dikenal dalam 2 jenis, yaitu zapin Arab yang mengalami perubahan secara lamban, dan masih dipertahankan oleh masyarakat turunan Arab. Jenis kedua adalah zapin Melayu yang ditumbuhkan oleh para ahli lokal, dan disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya. Kalau zapin Arab hanya dikenal satu gaya saja, maka zapin Melayu sangat beragam dalam gayanya. Begitu pula sebutan untuk tari tersebut tergantung dari bahasa atau dialek lokal di mana dia tumbuh dan berkembang. Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu menyebutnya dana. Julukan bedana terdapat di Lampung, sedangkan di Jawa umumnya menyebut zafin. Masyarakat Kalimantan cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi disebut jippeng, dan di Maluku lebih akrab mengenal dengan nama jepen. Sementara di Nusatenggara dikenal dengan julukan dana-dani. Zapin dapat ditemui pada helat perkawinan, khitanan, syukuran, pesta desa, sampai peringatan hari besar Islam. Umumnya penari zapin hanya lelaki. Diringi musik ensemble yang terdiri dari pemain marwas, gendang, suling, biola, akordion, dumbuk, harmonium, dan vokal. Pola tarinya sangat sederhana dan dilakukan secara berulang-ulang. Gerak tarinya mendapat inspirasi dari kegiatan manusia dan alam lingkungan. Misalnya: titi batang, anak ayam patah, siku keluang, sut patin, pusing tengah, alif, dan lainnya. Pertunjukan zapin biasanya ada atraksi dari para penari-penari mahir untuk menunjukkan kepiawaiannya dalam berimprovisasi dengan musik iringan. Beratus tahun zapin hidup dalam kelompok-kelompok kecil masyarakat dan berfungsi sebagai hiburan dan sekaligus penyampaian nasehat-nasehat untuk masyarakat melalui pantun dan syair lagunya. Kalaupun terjadi perubahan masih dalam denyut evolusi yang mengalir secara alamiah. Permasalahan pelestarian tradisi, adat istiadat, mengaitkan dengan keagamaan, beberapa faktor yang menyebabkan kurang tumbuh dan berkembangnya jenis tari ini. (Sumber : Tom Ibnur)
Kuala Enok, 09 Agustus 2014 |
Diambil pada sebuah perayaan perkawinan di Desa Tanah Merah, yang menghadirkan kesenian 'Zapin' (Penari beserta Musisi Zapin) dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat - Kuala Tungkal.
Untuk dapat terus menikmati "Gallery Photo Kuala Enok/Tanah Merah",
DONASI Anda di CONTACT