1
1. Jika kita menbangun lembaga social, alangkah
baiknya persiapkan unsure penunjangnnya, agar lembaga bias bertahan tanpa harus
mencari dana kesana kesini. Hal ini Pa’Uan terapkan di lembaganya, seperti
membangun kebun waqaf. Wakaf ini bernilai positif bagi kesinambungan lembaga.
Salah satu factor dapat beroperasinya lembaga dengan baik tidak terlepas dari
kebun wakaf itu. Kegunaannya antara lain, untuk pembelian buku-buku pelajaran
yang kemudian diberikan kepada setiap santri secara gratis. Bahkan
kadang-kadang dana itu digunakan untuk kepentingan social (Pengobatan untuk
santri dan lainnya).
2
2. Pa’Uan sangat menghormati setiap suku bangsa, karena
dia tidak memandang status sosial seseorang. Setidaknya inilah yang terlihat
dari para sahabat-sahabatnya, ada Melayu, Banjar, Bugis, Minang, Nelayan/Laut
(Duanu), pun India/Tambi. Yang terpenting baginya bagaiman bias hidup dengan
semangat ukhuwah islamiyah secara universal. Itu menurutnya jauh lebih mulia
ketimbang hanya menganggap suku tertentu saja untuk dijadikan sahabat/kawan.
Karena ia berlandaskan ajaran islam yang meberi tuntunan, bahwa setiap muslim
itu adalah saudara, tidak ada embel-embel lain dalam bergaul baginya.
3 3. Bila orang mencaci maki kita tentang apa yang
kita kerjakan, jangan kita hadapi dengan emosi. Akan tetapi terimalah ‘kalimat
pahit’ itu dengan kepala dingin dan perlihatkan kepada mereka bahwa apa yang
kita kerajkan tidak seperti yang mereka duga. Bahwa setiap perbuatan baik tidak
selalu mendapat respon positif dari masyarakat. Hal ini tergambar ketika
membuat kolam air tempat berwudhu disebuah Masjid di Tanah Merah, sebagian
masyarakat mengatakan bahwa kolam ini tidak akan bertahan lama, karena kondisi
tanah disini labil. Namun Pa’Uan menanggapinya dengan diam dan tetap
menyelesaikan pembuatan kolam (berbahan semen, batu dan pasir) bersama
santri-santrinya. Setelah selesai ternyata tidak ada masalah, bahkan sampai
detik ini.
4 4. Pa’Uan paling tidak suka terhadap permainan yang
berpotensi mengarah kepada judi. Ia sering menasehati santrinya “jangan main
gumblahan (Bahasa Banjar) atau Lacak (Domino), main kartu dan lainnya”, karena
hal itu awal terjerumusnya seseorang kelembah judi.
5
5. Pa’Uan mengajarkan kepada santrinya agar rajin
menghafal, mengulangi pelajaran yang telah diajarkan. Karena orang yang telah
hafal saja belum tentu paham, apalagi yang tidak menghafal.
6. Terkait dengan hal diatas, Pa’Uan juga
mengajarkan bahwa hidup kita didunia ini tidak cukup hanya bermodalkan berdoa
saja, tetapi harus diiringi dengan kerja keras (usaha/ikhtiar). Hal ini ia
buktikan dengan berbagai usaha yang pernah ia lakukan (berdagang dan berkebun
kelapa).Sumber tulisan : A. Muthalib MA (Alumni Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sejarah UGM Yogyakarta)
Kolam/Bak air yang telah direnovasi (dikeramik) (Kuala Enok, 16 Agustus 2014) |
Note :
Potret ini diambil saat Admin dan beberapa orang sahabat berziarah kemakam tersebut beberapa waktu yang lalu. Perjalanan dengan menggunakan sepeda motor kelokasi makam sekitar 20 menit dari simpang tiga Masjid Al-Islah Kompleks Perumahan PT. Pulau Sambu Kuala Enok.
Untuk dapat terus menikmati LENSA
KUALA TERAPUNG
'KLIK' iklan yang ada
di Blogg ini atau 'DONASI' Anda di CONTACT