Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]


K.H. Abdurrahman, putra Indragiri Hilir yang sudah mengukir sejarah di daerah ini pada pertengahan abad ke-20, menjadi ulama, sosok pendidik, sumber insfirasi yang perlu ditiru dan diteladani. KH. Abdurrahman, atau yang dikenal masyarakat dengan sapaan 'Pak Uan' ini lahir pada tahun 1914 di Sungai Guntung (3 jam perjalanan via speedboat dari Kuala Enok). Ayahnya bernama H. Bakri adalah tergolong orang yang taat menjalankan syariat islam hingga sewaktu usia Pa' Uan kecil ia belajar mengaji al-qur'an dengan orang tuanya.

Ketika usianya telah menanjak remaja lalu dikirim orangtuanya ke Madrasah (Pondok Pesantren) Saadatuddaren Jambi. Pada saat ia dipondok sangat kreatif mengasah intelektualnya. Ini terlihat dari usahanya mendatangi rumah-rumah guru tertentu sebagai tambahan belajar/les.
Karena itu hampir semua bidang studi yang telah diajarkan kepadanya, ia kuasai seperti, tata Bahasa Arab (Nahu-Sharaf), Aqidah, Fiqih, Tafsir, Hadits, Ushul Fiq, Ilmu Jabar, Ilmu Faraid, Ilmu Falakiyah dan sebagainya. Setelah enam tahun Pa'Uan mengenyam pendidikan di Negeri 'Angso Duo' itu kemudian ia melanjutkan studinya di Hidayat Sapat, lembaga pendidikan islam yang dipimpin oleh Syekh Abdurrahman Shiddiq Al-Banjari (Tuan Guru Sapat). Sebahagian guru-guru Pa'Uan saat di Jambi adalah alumni Mekkah.

Sementara Tuan Guru Sapat juga alumni Mekkah, oleh karena itu Pa'Uan tidak menemui kesulitan ketika beradaptasi dengan sistem pembelajaran dilembaga yang baru ia masuki. Bahkan tampaknya ia merasakan buah manis dari apa yang pernah ia pelajari di Jambi. Betapa tidak, karena ketika teman-temannya harus menghafal kitab-kitab/buku nahu-sharaf dan lain sebagainya, sementara Pa'Uan tidak merasakan kesulitan menhadapi buku-buku tersebut. meskipun  demikian, ia tidak menampakkan bahwa dirinya telah menguasai beberapa bauah buku tersebut.

Sekitar lima tahun Pa'Uan menimba berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan Tuan Guru Sapat (Mufti Indragiri), akhirnya ia dan teman-temannya harus rela berpisah buat selama-lamanya dengan guru yang mereka cinatai Syekh Abdurrahman Shiddiq Al-Banjari meninggal dunia pada tanggal 04 Syaban 1358.H/18 September 1939.M di Hidayat - Sapat. Setelah ditinggal gurunya, Pa'Uan mulai membuka lembaran baru, yaitu mengabdikan diri ditengah-tengah masyarakat dengan mendirikan Lembaga pendidikan Islam di Tanjung Pasir, seberang desa Tanjung Baru (kini kampung itu telah tiada). setelah beberapa tahun lembaga itu berdiri ia kemudian hijrah ke Desa Tanjung baru. Tidak lama di Tanjung Baru (sekitar tahun 1967) ia hijrah ke Sungai Pinang. Disana ia kembali membuka Lembaga Pendidikan Islam. Yang menarik untuk dicermati adalah setiap santri yang mau belajar dengannya tidak pernah dipungut biaya. Justru jika ada diantara santri yang tidak mampu Pa’Uan siap memberikan bantuan.

Lembaga pendidikan yang didirikan Pa’Uan di Sungai Pinang kala itu, hari demi hari kian bersinar. Saking bersinarnya, nama H. Abdurrahman menjadi ikon bagi kampong Sungai pinang, karena hampir setiap hari masyarakat dari berbagai daerah di Kabupaten ini maupun dari Kabupaten tetangga, mencari nama H. Abdurrahman untuk nyantri di lembaga yang didirikannya. Mereka yang dating tidak saja dari kalangan usia muda, tetapi sebagiannya juga orang-orang yang sudah tua (berkeluarga).

Lembaga tersebut system pembelajarannya adalah Khalaqah (ngaji duduk), setiap materi harus santri kuasai dengan matang, jika belum, maka pertemuan berikutnya tetap akan diulang. Meskipun sistem itu buat sekolah-sekolah sekarang tidak digunakan lagi, karena dianggap ketinggalan zaman, namun secara penguasaan dan keilmuan output/alumnus tidak kalah dengan sarjana-sarjana agama saat ini (terutama bidang pengetahuan agama).

Pa’Uan tutup usia 61 tahun. Sebelum ia wafata, pada waktu zhuhur masih sempat melaksanakan sholat berjama’ah di Masjid Besar Nurul Jama’ah, masjid kebanggaan masyarakat Kuala Enok. Kemudian sempat pula ia mengunjungi sahabat karibnya, Pak Abdul Majid (peranakan India). Selanjutnya ia dan anaknya pamit untuk pulang ke Sungai Pinang, setelah sampai dirumah ia sempat sholat ashar, sekita pukul 5 sore, tanggal 20 Muharram 1395.H/02 Februari 1975.M iapun dipanggil kehadirat Allah S.W.T. Jumlah santrinya saat itu 800an orang. Dan kalau dihitung sejak ia aktif mengajar sampai akhir hayatnya, jumlah satrinya lebih kurang 8.000an orang.

Sumber tulisan : A. Muthalib MA (Alumni Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sejarah UGM Yogyakarta)













Masjid Besar NURUL JAM'AH Kec. Tanah Merah - Kuala Enok
(Kuala Enok, 15 Agustus 2014)
Note :
Potret ini diambil saat Admin dan beberapa orang sahabat berziarah kemakam tersebut beberapa waktu yang lalu. Perjalanan dengan menggunakan sepeda motor kelokasi makam sekitar 20 menit dari simpang tiga Masjid Al-Islah Kompleks Perumahan PT. Pulau Sambu Kuala Enok.

Untuk dapat terus menikmati LENSA KUALA TERAPUNG
'KLIK' iklan yang ada di Blogg ini atau 'DONASI' Anda di CONTACT

Bottom Ad [Post Page]